Animal Breeding
2.1 Definisi Animal Breeding
Animal Breeding adalah Beternak dalam arti sempit yang hanya menitik beratkan pada usaha mengatur perkembangbiakan seperti mengatur perkawinan, pemilihan bibit, menjaga kemandulan dan kebuntingan serta kelahiran. Pemuliaan ternak (animal breeding) adalah salah satu bidang ilmu yang mempelajari aplikasi tentang cara-cara meningkatkan mutu genetik ternak. Pada suatu usaha
peternakan, sebaik apapun manajemen dan pakan (feeding) yang diberikan kepada ternak, apabila mutu genetik ternak rendah, maka produktivitas yang diperolehnya pun tidak akan optimal. 2 prinsip dasar untuk meningkatkan mutu genetik ternak adalah dengan melakukan program pemuliaan melalui yaitu sistem seleksi dan perkawinan (selection and mating systems). Seleksi ternak dapat menyebabkan perubahan keragaman genetik, tergantung dari cara seleksi yang digunakan. Seleksi pada ternak bertujuan untuk mengubah frekuensi gen dari suatu populasi ternak. Seleksi secara langsung mengakibatkan ragam genetik berkurang sampai tercapainya keadaan konstan pada generasi tertentu. Dengan seleksi terarah suatu sifat yang dikehendaki maka mutu genetik dapat ditingkatkan. Seleksi merupakan proses membiarkan individu-individu yang memiliki gen-gen yang terbaik (breeding value) untuk bereproduksi, sehingga generasi berikutnya mempunyai gen yang lebih diinginkan dibandingkan dengan yang ada pada saat ini.Perkawinan silang / persilangan
merupakan jalan pintas untuk memperoleh individu-individu yang memiliki
sejumlah sifat unggul yang dipunyai oleh kedua bangsa ternak tetuanya. Seperti
diketahui, apa yang diharapkan dari persilangan adalah adanya efek heterosis
dalam beberapa sifat produksi sehingga melebihi rataan kedua bangsa tetuanya.
Metode kawin silang digunakan untuk memperoleh individu yang memiliki sifat
produksi unggul dalam waktu yang singkat. Perkawinan silang dapat
meningkatkan produktivitas dan mutu genetik. Perbaikan mutu genetik biasanya
bersifat permanen dan dapat diwariskan dari generasi ke generasi
berikutnya.
Perkawinan berdasarkan seleksi seperti
perkawinan terpilih (assortative mating) penting dilakukan karena dapat
menghasilkan performa genetik keturunan yang lebih baik dibandingkan perkawinan
acak (random mating). Sistem perkawinan terpilih tersebut dapat berpengaruh
terhadap keturunan yang dihasilkan serta mampu mencegah adanya silang dalam
(inbreeding) yang nantinya bisa mengakibatkan induk tidak menghasilkan anak (no
calf), distokia maupun kematian (lethal).
2.2 Prosedur Seleksi dan Perkawinan
Prosedur
seleksi induk sebagai bibit untuk menghasilkan keturunan melalui program
seleksi nilai pemuliaan dilakukan dengan cara pemuliaan induk dan pejantan. Seleksi
pejantan dilakukan dengan memilih pejantan-pejantan unggul yang sudah teruji
mutu genetiknya. Sementara itu, seleksi induk yang dipakai sebagai bibit
dilakukan dengan memilih induk yang mempunyai nilai pemuliaan dari urutan yang
terbesar. Untuk data nilai pemuliaan yang sama, induk dipilih berdasarkan bobot
lahir yang lebih besar.
Prosedur
Perkawinan Sistem perkawinan yang dilakukan adalah perkawinan terpilih positif,
yaitu dengan cara memilih pejantan terbaik dan mengawinkannya dengan induk
terbaik. Pejantan dengan nilai pemuliaan terbesar dikawinkan dengan induk yang
mempunyai nilai pemuliaan terbesar juga. Pejantan yang memiliki nilai pemuliaan
terbesar ketiga, dikawinkan induk yang memiliki nilai pemuliaan lebih kecil
dari yang pertama dan seterusnya. Perkawinan tersebut telah memperhatikan
silsilah pejantan dan induk yang dikawinkan. Data perkawinan antara pejantan
dan indukan yang tidak menghasilkan anak (no calf) atau distokia pada
perkawinan berikutnya tidak disilangkan lagi. Silsilah dibatasi sampai dua
generasi agar tidak terjadi kakek (grand parent) mengawini cucunya (filial 2)
sendiri, atau induk dan pejantan berasal dari pejantan, induk atau moyang yang
sama.
2.3 Sistem
Breeding pada Sapi Madura
Sapi Madura merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia yang banyak
dikembangbiakkan di Jawa Timur, khususnya di Pulau Madura. Keunggulan sapi
Madura yang merupakan potensi besar untuk pengembangan adalah secara genetik
memiliki sifat toleran terhadap iklim panas dan lingkungan marginal serta tahan
terhadap serangan caplak, kemampuan adaptasi tinggi terhadap kualitas pakan
yang rendah, serta kebutuhan pakan lebih sedikit dibandingkan dengan sapi
impor. Penurunan kualitas bibit yang
meliputi penurunan sifat produksi dan reproduksi dilaporkan terjadi pada sapi
Madura (Soehadji, 1992). Program persilangan (crossbreeding) sapi Madura dengan
pejantan exotic breed (Bos taurus) merupakan salah satu upaya peningkatan mutu
genetik dan produktivitas sapi Madura. Upaya ini dilakukakan untuk meningkatkan
produktivitas sapi Madura dan upaya pelestarian plasma nutfah dengan program persilangan
sapi Madura dengan exotic breed dan program pemurnian sapi
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa sistem breeding model
persilangan menggunakan inseminasi buatan semen pejantan Limousin telah banyak
diterapkan di empat kabupaten di Madura. Hasil eksplorasi silsilah pada sapi
Madura yang diambil dari masing-masing kabupaten menggambarkan bahwa 46,5% dari
total sampel adalah menganut sistem breeding pemurnian sapi Madura, 43% sistem
breeding persilangan generasi pertama, sedangkan sisanya (10,5%) adalah sistem
breeding persilangan generasi ke dua yaitu hasil persilangan antara pejantan
Limousin dengan sapi hasil persilangan generasi pertama. Sebagian besar peternak yang mengembangkan
sapi Madura murni menerapkan sistem perkawinan alam menggunakan pejantan milik
peternak lain (82,74%), sedangkan sisanya (17,26%) menerapkan inseminasi buatan
menggunakan semen pejantan Sapi Madura yang diproduksi oleh BBIB (Balai Besar
Inseminasi Buatan). Berdasarkan hasil ternak yang didapatkan dapat disimpulkan
bahwa ada kecenderungan kawin alam memberikan keturunan dengan performans
produksi yang lebih baik dibandingkan dengan keturunan hasil dari inseminasi
buatan.
Berdasarkan hasil analisis statistik pengaruh sistem perkawinaan terhadap
ukuran tubuh sapi Madura disimpulkan bahwa antar kelompok sapi hasil dari tiga
macam sistem perkawinan yang berbeda menampilkan ada kecenderungan bahwa hasil
persilangan lebih besar dibandingkan sapi Madura murni. Perbedaan ukuran tubuh
sapi hasil persilangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sapi Madura murni
merupakan akibat peran gen pertumbuhan yang diwariskan oleh pejantan Limousin
pada hasil persilangan generasi pertama dan ke dua masing-masing sebesar 50%
dan 75%. Sapi Limousin merupakan bangsa sapi Bos taurus yang mempunyai
karakteristik tipe sapi potong dengan pertumbuhan yang cepat.
2.4 Pakan
Ternak Sapi
Menurut Mayunar (2006), pemilihan pakan hijauan dan
konsentrat untuk ternak dapat disesuaikan dengan ketersediaan bahan yaitu mudah
dan murah untuk mendapatkannya, serta sesuai dengan syarat kebutuhan dasar bagi
ternak yang dipelihara. Kualitas Pakan Ternak diberikan pakan berkualitas baik
dan memenuhi kebutuhan ternak agar dapat memproduksi daging secara optimal.
Limbah pertanian dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia. Kualitas
pakan ternak tergantung pada komposisi dan kandungan nutrisi di dalamnya,
terutama terhadap protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan tingkat
kecernaan. Produktivitas sapi potong tergantung pada pemberian pakan, oleh
sebab itu ketersediaan, jumlah dan mutu harus diperhatikan dalam pemilihan
pakan sebelum diberikan kepada ternak.
2.5
Strategi Pemberian Pakan Hewan
Strategi pemberian pakan akan meningkatkan efisiensi pemanfaatan zat gizi, yang
digunakan dalam pembentukan jaringan karkas. Ternak harus diberi Pakan yang
sesuai dengan kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan produksi ternak. Umumnya
hijauan dan konsentrat digunakan sebagai pakan ternak ruminansia dalam proses
penggemukan. Beberapa usaha penggemukan ternak menambahkan pakan suplemen untuk
melengkapi kebutuhan nutrisi ternak. Hal ini bertujuan agar produksi ternak
menjadi lebih optimal. Minyak ikan lemuru (Sardinella longiseps) merupakan
limbah dari industri pengalengan ikan lemuru. Kandungan asam lemak tak jenuh
dalam minyak ikan lemuru yaitu sekitar 85,61 %. Asam lemak tak jenuh yang
terkandung dalam minyak
ikan lemuru adalah asam lemak omega-3 seperti EPA
(Eicosapentaenoic Acid C20:5(n-3)) dan DHA (Docosahexaenoic Acid, C22:6(n-3)).
Minyak ikan lemuru merupakan bahan pakan yang tidak dapat diberikan kepada
ternak secara langsung, karena memiliki palatabilitas yang rendah. Oleh sebab
itu, minyak ikan lemuru dihidrolisis dengan asam melalui proses kimiawi,
sehingga menghasilkan campuran garam karboksilat kering agar dapat diberikan
kepada ternak secara langsung (Tasse, 2010). Metode proteksi terhadap minyak ikan lemuru
dilakukan karena bertujuan untuk menghindari terjadinya proses biohidrogenasi
di dalam rumen ternak ruminansia, yang dapat mengubah asam lemak tak jenuh
menjadi asam lemak jenuh. Daging kerbau dan sapi banyak mengandung asam lemak
jenuh, disebabkan oleh adanya proses biohidrogenasi di dalam rumen ternak,
sehingga terdapat perbedaan kualitas daging ruminansia dan monogastrik. Asam
lemak jenuh daging ruminansia dikenal tinggi sehingga dinilai memiliki
kandungan nutrisi yang rendah dan mendapat sorotan negatif bagi kesehatan
manusia. Pemberian minyak ikan lemuru terproteksi dalam bentuk campuran garam
karboksilat kering pada ternak kerbau dan sapi diharapkan dapat meningkatkan
nilai nutrisi daging yang dihasilkan.
2.5
Penerapan good breeding practice
Optimalisasi produktivitas sapi perlu diupayakan
dengan menerapkan standar pembibitan agar menghasilkan bibit yang
berkualitas. Good Breeding Practice
(GBP) terdiri dari beberapa aspek yaitu cara pembibitan, kesehatan ternak,
pelestarian fungsi lingkungan hidup, sumber daya manusia serta pembinaan dan
pengawasan
·
Aspek Cara
Pembibitan
Keberhasilan menjalankan
usaha pembibitan sangat ditunjang oleh kemampuan pengelolaan aspek cara
pembibitan secara teknis yang bersifat praktis. Peternak memberikan pakan dua
kali dalam sehari yaitu pagi dan sore dengan total pemberian rata-rata 50-60 kg
per hari. Jenis pakan yang diberikan
adalah daun tebu, jerami jagung, rumput lapangan tanpa dipotong-potong dahulu
ataupun melakukan pengawetan hijauan. Pakan tambahan yang sering diberikan
peternak antara lain adalah dedak padi.
Dedak diberikan rata-rata 1-4 kg per hari yang dicampurkan dalam pakan
untuk seluruh populasi yang ada. Teknis pembibitan terkait perkawinan dan
manajemen reproduksi sudah sangat baik yaitu sebesar 81,94%. Peternak mulai mengawinkan sapi dara pada
umur 18 – 24 bulan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Santosa (2006) bahwa sapi mulai dapat dikawinkan pertama kali
pada umur 18-24 bulan. Sapi yang
dimiliki oleh peternak secara umum melakukan proses kelahiran sendiri dan
mengaku tidak pernah mengalami kesulitan.
Bila terjadi gejala kesulitan peternak akan segera menghubungi petugas
medis untuk membantu proses kelahiran.
·
Aspek
Kesehatan Ternak
Aspek kesehatan ternak di
dalam GDFP menekankan pada pencegahan dari pada pengobatan. Pencegahan
dilakukan sebagai usaha untuk meningkatkan efisiensi produksi, sedangkan
pengobatan dipandang sebagai bentuk penyelamatan ternak dari suatu penyakit
yang menurunkan produksi. Cara yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan
vaksin kepada sapi atas saran dan rekomendasi dokter hewan dan paramedis. Selain pemberian vaksin, pemberian obat
cacing (deworming) juga dilakukan oleh paramedis secara berkala. Pemberian vitamin juga dilakukan oleh
paramedis antara lain Vitamin A, D, E dan B complex (B12). Masalah penyakit yang hingga kini masih
menyerang ternak adalah timpani (kembung), gangguan ektoparasit seperti caplak
yang menimbulkan iritasi kulit dan infeksi cacing internal. Berdasarkan hasil penelitian Susanti dan Prabowo
(2013), penyakit umum yang sering menyerang ternak sapi diantaranya pink eye,
cacingan dan penyakit yang berhubungan dengan gangguan reproduksi antara lain,
kesulitan beranak pada kelahiran pertama, sapi keguguran dan retensi plasenta.
·
Pelestarian
Fungsi Lingkungan Hidup
Upaya pelestarian
lingkungan perlu dilakukan bagi pelaku usaha peternakan untuk mengurangi dampak
lingkungan seperti perubahan iklim, pencemaran terhadap air, dan hilangnya
unsur hara tanah. Sesuai dengan pendapat Herawati (2012), bahwa aspek yang
mempengaruhi besar kecilnya emisi gas adalah budidaya ternak, mencakup
perkandangan, pemberian pakan, sanitasi dan pemanfaatan kotoran. Sumber Daya
Manusia Peran dari pelaku usaha peternakan sangat menentukan keberlangsungan
usaha yang dijalankan. Kemampuan dan
keterampilan dari sumber daya manusia sangat diperlukan dalam menunjang
keberhasilan usaha.
·
Pembinaan dan
Pengawasan
Peran pembinaan dari pihak
dinas serta pengawasan dari pihak pengawas bibit ternak perlu dilakukan secara
rutin di kawasan peternakan rakyat, karena sebagian besar potensi penghasil
daging sapi justru berada di tangan peternak skala rumah tangga walaupun
keemilikannya cenderung hanya sedikit.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Animal Breeding adalah beternak dalam
arti sempit yang hanya menitikberatkan pada usaha mengatur perkembangbiakan
seperti mengatur perkawinan, pemilihan bibit, menjaga kemandulan dan
kebuntingan serta kelahiran. Prinsip
dasar untuk meningkatkan mutu genetik ternak adalah dengan melakukan program
pemuliaan melalui yaitu sistem seleksi dan perkawinan. Strategi pemberian pakan akan meningkatkan
efisiensi pemanfaatan zat gizi, yang digunakan dalam pembentukan jaringan
karkas. Ternak harus diberi Pakan yang sesuai dengan kebutuhan hidup pokok,
pertumbuhan dan produksi ternak. Pemberian minyak ikan lemuru terproteksi dalam
bentuk campuran garam karboksilat kering pada ternak kerbau dan sapi diharapkan
dapat meningkatkan nilai nutrisi daging yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
Nurgiatiningsih, V.M.A. 2010. Sistem Breeding dan Performans Hasil
Persilangan
Sapi Madura di Madura.Jurnal Ternak Tropika. 11(2):
23-31
Devia, Y. 2012. Kandungan Nutrisi dan Asam Lemak Daging Kerbau Rawa dan
Sapi
Peranakan Ongole yang Digemukkan dengan Suplementasi
Campuran Garam Karboksilat Kering.Institut Pertanian Bogor. Bogor
Priady, S.D., M.F. Wiyatna, dan A. Firman. 2016. Penerapan Good Breeding
Practice
Terhadap Produktivitas Ternak pada Peternakan Sapi
Potong Rakyat.Universitas Padjajaran. Bandung
Istiqomah, L., Kemajuan Genetik Sapi Lokal Berdasarkan Seleksi dan
Perkawinan
Terpilih.Balai Pengembangan proses dan Teknologi
Kimia.Yogyakarta.
0 komentar