Makalah Agama Islam Mawaris
MAKALAH
AGAMA ISLAM
MAWARIS
Nama Anggota Kelompok :
1. Lola Sita Septina
2. Ema Safitri
3. Hernawati
4. Shufia Prihatini Shalihah.
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
KABUPATEN LOMBOK BARAT
SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1
GERUNG
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diantara aturan yang
mengatur hubungan sesama manusia yang ditetapkan Allah adalah aturan tentang
harta warisan, yaitu harta dan pemilikan yang tinbul sebagai akibat dari suatu
kematian. Harta yang ditinggalkan oleh seorang yang meninggal dunia memerlukan
pengaturan tentang siapa yang berhak menerimanya, berapa jumlahnya, dan
bagaimana cara mendapatkannya.
Aturan tentang waris
tesebut ditetapkan oleh Allah melalui firmannya yang terdapat dalam Al-Qur’an,
terutama surah an-nisa’ ayat 7,8,11,12, dan 176, pada dasarnya ketentuan Allah
yang berkenaan dengan warisan telah jelas maksud, arah dan tujuannya.
Hukum kewarisan islam
atau yang juga dikenal the Islamic law of inheritance mempunyai karakteristik
tersendiri jika dibandingkan dengan sistem hukum lainnya.
Ditinjau dari
perspektif sejarah, implementasi hokum kewarisan islam pada zaman penjajahan
belanda ternyata tidak berkembang, bahkan secara politis posisinya dikalahkan
oleh sistem kewarisan hokum adat. Pada masa itu diintrodusir teori persepsi
yang bertujuan untuk mengangkat hokum kewarisan adat dan menyisihkan penggunaan
hokum kewarisan islam.
Banyak para sarjana
hukum barat menganggap hokum kewarisan islam tidak mempunyai sistemdan hukum
islam itu hanya bersandar pada asas patrilineal. Sementara itu, diklalangan
umat islam sendiri banyak pula yang mengira tidak ada sistem tertentu dalam
hukum kewarisan islam, sehingga menimbulkan sebuah anggapan seolah-olah hukum
kewarisan islam merupakan hokum yang sangat rumit dan sulit. Kondisi yang demikian
itulah yang menyebabkan hukum kewarisan islam menurut fiqh kebudayaan arab itu
sangat sulit diterima masarakat islam di Indonesia.
B.
Rumusan masalah
1.
Apa itu pengertian mawaris?
2.
Apakah hak masing-masing mawaris?
3.
Apakah penyebab dan penghalang mendapatkan harta
warisan?
4.
Ketentuan hukum mawaris?
BAB II
PEMBAHASAN
MAWARIS DALAM ISLAM
A. Pengertian Ilmu Mawaris
Ilmu mawaris
adalah ilmu yang mempelajari tentang cara pembagian harta yang telah di
tentukan dalam Alquran dan Hadits.cara pembagian menurut ahli
mawarits adalah yang terbaik, seadil-adilnya dengan tanpa melupakan hak seorang
ahli waris sekalipun terhadap anak-anak yang masih kecil.
Ilmu mawaris disebut juga dengan ilmu faraidh, ilmu
faraidh merupakan suatu cara yang sangat efektif untuk mendapat pembagian
warisan-warisan yang berprinsip dan nilai-nilai keadilan yang sesungguhnya .
Ilmu mawaris dan ilmu
faraidh pada prinsipnya adalah sama yaitu ilmu yang membicarakan tentang segala
sesuatu yang berkenan dengan harta peninggalan orang yang meninggal dunia.
Para waris dari golongan laki-laki yang di sepakati pewaris mereka ada
10 orang yang secara garis besar dan Ada 15 orang secara terperinci.
A. Golongan dari laki-laki
1.
Anak laki-laki
2.
Putra dari anak
laki-laki dan seterusnya kebawah
3.
Ayah
4.
kakek yang
shohih dan seterusnya ke atas.
5.
saudara laki-laki seayah dan seibu
6.
saudara laki-laki seayah
7.
saudara laki-laki seibu
8.
putra saudara laki-laki seayah dan seibu
9.
putra saudara laki-laki seayah
10. saudara laki-laki ayah yang seayah seibu
11. saudara laki-laki seayah
12. putra saudara laki-laki yang seayah seibu
13. putra saudara laki-laki ayah yang seayah
14. suami
15. orang yang laki laki yang membebaskan budak.
B.
Golongan dari perempuan
1.
Anak perempuan
2.
Ibu
3.
putri dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah
4.
nenek yang shohih dan seterusnya keatas ( ibu dari ibu
)
5.
nenek yang shohih dan seterusnya keatas ( ibu dari
ayah )
6.
saudara perempuan seayah dan seibu
7.
saudara perempuan seayah
8.
saudara perempuan seibu
9.
Istri
10. orang perempuan yang
membebaskan budak
· Sumber hukum iLmu mawarits dan hukum mempelajarinya
Sumber hukum ilmu mawarits Ada Tiga, yaitu:
a.
Al-Quran
Dalam Alquran telah di
jelaskan mengenai ketentuan-ketentuan dan hukum-hukum mawarits. Dalam surat
An-nisa’: 7-12, 176, dan pada surah lainnya.
b.
Al-Hadits
Dalam Riwayat imam
Muslim dan Abu dawud bahwasanya Nabi Muhammad SAW, bersabda : “Bagilah harta pustaka
antara ahli-ahli warits menurut ( ketentuan ) kitab Allah”.
c.
Ijma’ dan Ijtihad
Para ulama berperandalam penyelesaian masalah-masalah yang berkaitan dengan
mawarits.
Adapun hukum mempelajari ilmu mawarits adalah Wajib ( fardhu kifayah ), yaitu
apabila di suatu tempat ada salah seorang di antara mereka ada yang
mempelajari, maka sudah di anggap terpenuhi kewajiban itu, tetapi jika tidak
ada satu pun dari mereka mempelajarinya maka semua orang ikut berdosa.
· Tujuan Ilmu Mawarits
a.
Agar dapat melaksanakan pembagian harta warisan kepada
ahli warits yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan syari’at Islam
b.
Agar dapat di ketahui secara jelas siapa orang yang
berhak menerima harta warisan dan berapa bagian masing”.
c.
Agar dapat menentukan bagian harta warisan secara adil
dan benar sehingga tidak terjadi perselisihan.
· Syarat
pewarisan
a. Kematian
Orang yang telah meninggal dunia dan mempunyai
harta maka akan di wariskan harta peninggalannya.karna sudah merupakan
ketentuan hukumnya.harta warisan tidak mungkin di bagikan sebelum orang yang
mempunyai harta peninggalan itu di nyatakan meninggal dunia secara hakiki.
b.
Ahli waris harus masih hidup
Ahli waris yang akan
menerima harta warisan dari orang yang meninggal dunia harus masih hidup.
Artinya Apabila ada ahli waris yang sudah meninggal itu tidak berhak mendapat
harta peninggalan.
c.
Ahli waris harus jelas posisinya
Masing-masing ahli
waris harus dapat di ketahui posisinya secara pasti, supaya bagian-bagian harta
warisan itu dapat di peroleh sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebab
ketentuan hukum pewrisan selalu berubah-ubah sesuai dengan tingkatan ahli
waris.
· Rukun Pewarisan
a.
Muwaris
Yaitu Orang yang
meninggal dunia atau orang yang meninggalkan harta kepada orang-orang yang
berhak menerimanya sesuai dengan syari’at Islam
b.
Waris
Yaitu Orang yang berhak
menerima harta peninggalan dari Muwarits karena sebab-sebab tertentu. Waris di
sebut juga dengan Ahli Waris.
c.
Miras
Yaitu Harta yang di
tinggalkan oleh muwaris yang akan di bagikan kepada orang-orang yang berhak
menerimanya ( ahli waris ). Miras itu bermacam-macam harta, misalnya tanah,
rumah, uang, kendaraan, dan lain sebagainya.
B.
Sebab-sebab Menerima harta warisan dan penghalang mendapatkan warisan.
Dalam Agama islam sebab-sebab menerima harta warisan, adalah sebagai
berikut:
· Hubungan kekeluargaan
Dalam hubungan
kekeluargaan tidak membedakan antara ahli waris laki-laki dan perempuan, orang
tua dan anak-anak, orang yang kuat dan Lemah. Sesuai ketentuan yang
berlaku semuanya harta warisan.
Hal ini berdasarkan firman Allah SWT, Dalam Alquran surah An-nisa’ ayat 7 :
Hal ini berdasarkan firman Allah SWT, Dalam Alquran surah An-nisa’ ayat 7 :
لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ
وَالأقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالأقْرَبُونَ
مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا
Artinya;
Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya,
dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan
kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.
Hubungan kekeluargaan ini bila di lihat dari penerimaannya ada tiga
kelompok:
1. Dzawil Furudh
Yaitu ahli waris yang
memperoleh bagian tertentu seperti suami mendapat seperdua bila orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan mendapat seperempat bila orang yang
meninggal mempunyai anak.
2. Dzawil arham
Yaitu keluarga yang hubungan kekeluargaan nya
jauh, mereka tidak termasuk ahli waris yang mendapat bagian tertentu, tetapi
mereka mendapat warisan jika ahli waris yang dekat tidak ada.
3. Ahlul Ashabah
Yaitu Ahli waris yang
mendapat sisa harta atau menghabiskan sisa, setelah ahli waris yang memperoleh
bagian tertentu mengambil bagian masing-masing.
· Hubungan perkawinan
Selama perkawinan masih
utuh bisa menyebabkan adanya saling waris mewarisi. Akan tetapi, jika
perkawinan sudah putus maka gugurlah saling waris mewarisi, kecuali istri dalam
keadaan masa iddah pada talak raj’i.
· Hubungan wala’ ( memerdekakan budak )
Seseorang yang telah
memerdekakan budak bisa menyebabkan memperoleh warisan. Jika budak yang di
merdekakan itu meninggal dunia, maka orang yang memerdekakan itu berhak
menerima warisan. Akan tetapi, jika orang yang memerdekakan itu meninggal dunia
maka budak yang telah di merdekakan itu tidak berhak mendapatkan apa-apa.
· Hubungan Agama
Apabila ada orang yang meninggal dunia tidak
mempunyai ahli waris, baik dari hubungan kekeluargaan, perkawinan, wala’, maka
harta warisannya itu di berikan kepada kaum muslimin, yaitu diserahkan ke
baitul Mal untuk kemashlahatan umat islam.
Sebab-sebab Tidak menerima / Hilangnya Hak menerima Harta Warisan:
· Perbudakan
Seorang budak tidak dapat menerima warisan dan tidak
dapat memberikan warisan dari dan kepada semua keluarganya (yang
mempunyai hubungan nasab) yang meninggal dunia selama ia masih berstatus budak.
Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. Dalam surat an-Nahl ayat 75.
· Pembunuhan
Para ahli hukum
islam sepakat bahwa tindakan pembunuhan yang dilakukan oleh ahli waris terhadap
pewarisnya, pada prinsipnya menjadi penghalang baginya untuk mewarisi harta
warisan pewaris yang dibunuhnya.
· Berlainan Agama
Berlainan agama adalah
adanya perbedaan agama yang menjadi kepercayaan antara orang yang mewarisi
dengan orang yang mewariskan. Dasar hukum berlainan agama sebagai mawani’ul
irsi adalah hadis rasulullah saw yang artinya :
Orang islam tidak dapat
mewarisi harta orang kafir dan orang kafir pun tidak dapat mewarisi harta orang
muslim.
· Berlainan Negara
Ciri-ciri suatu negara adalah memiliki kepala negara sendiri, memiliki
angkatan bersenjata, dan memiliki kedaulatan sendiri. Maka yang dimaksud
berlainan negara adalah yang berlainan ketiga unsur tersebut. Berlainan negara
ada tiga kategori, yaitu berlainan menurut hukumnya, berlainan menurut
hakikatnya, dan berlainan menurut hakikat sekaligus hukumnya. Berlainan negara
antara sesama muslim, telah disepakati fuqaha bahwa hal ini tidak menjadi
penghalang untuk saling mewarisi, sebab semua negara islam mempunyai kesatuan
hukum, meskipun berlainan politik dan sistem pemerintahannya. Yang
diperselisihkan adalah berlainan negara antara orang-orang yang non muslim.
C.
Pengelompokkan ahli waris dan hak masing-masing.
-
Ahli Waris Yang masuk golongan ashabah ialah:
Anak Laki-laki
1.
Cucu laki-laki dan seterusnya ke bawah
2.
Ayah
3.
Kakek Laki-laki dan seterusnya keatas
4.
Saudara laki-laki seibu
5.
Saudara seayah
6.
Anak laki-laki dari saudara seibu seayah
7.
Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
8.
Paman seibu seayah
9.
Paman seayah
10. Anak laki-laki dari paman laki-laki seibu seayah
11. Anak laki-laki dari paman saudara seayah
12.
Laki-laki yang memerdekakan.
13.
Perempuan yang
memerdekakan
Ahli waris
ashabah ini menerima warisan berdasarkan peringatan di mulai dari peringkat
pertama Bila ada ashabah pada peringkat yang lebih dekat tentu ashabah yang
barada di peringkat berikutnya akan terhijab otomatis.
Mengenal
kedudukan ayah dan kakek memang strategis, satu sisi mereka adalah dzaul furudh
tetapi disisi lain mereka juga jadi ashabah, tentu manakala atau cucu laki-laki
tidak ada, ayah dan kakek tetap menjadi dzaul furudh.
-
Bahagian Ahli Waris Dzaul Furudh
a.
Yang menerima setengah (1/2)
1.
Anak perempuan apabila hanya seorang
2.
Anak perempuan
dari anak laki-laki ( cucu perempuan ), Apabila hanya seorang, selama tidak ada
anak perempuan dan cucu perempuan dari anak laki-laki
3.
Saudara perempuan seayah, jika hanya seorang saja, dan
tidak juga tsb pada point 1 dan 2
4.
Suami, jika tidak ada anak, dan tidak ada cucu
laki-laki dan anak laki-laki
b.
Yang menerima seperempat (1/4)
1.
Suami, jika tidak ada anak atau cucu laki-laki dari
anak laki-laki
2.
Istria tau beberapa orang istri, jika tidak ada anak
atau cucu laki-laki dari anak laki-laki
c.
Yang menerima seperdelapan (1/8)
1.
Istri atau beberapa orang istri bila ada anak atau
cucu dari anak laki-laki
d.
Yang mendapat dua pertiga (2/3)
1.
Dua orang anak perempuan atau lebih jika mereka tidak
mempunyai saudara laki-laki
2.
Dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak
lak-laki, selama tidak ada anak perempuan atau saudara laki-laki
3.
Dua orang
saudara perempuan sekandung atau lebih, jika tidak ada anak perempuan atau anak
perempuan dari anak laki-laki, atau saudara laki-laki mereka.
4.
Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih, jika
tidak ada yang tsb dari point 1,2, 3
e.
Yang mendapat (1/3)
1.
Ibu, jika tidak terhalang, jika tidak meninggalkan
anak atau cucu laki-laki. Atau tidak pula meninggalkan dua orang saudara baik
laki-laki maupun perempuan , baik seibu seayah atau bukan.
2.
Dua orang
laki-laki atau lebih, juga saudara perempuan seibu, dua orang atau lebih, jika
tidak ada pokok dan cabang (ayah atau kakek dan anak atau cucu).itulah yang di
maksud dengan “kalalah”. Selain itu jumlah
mereka harus ada dua orang atau lebih baik mereka lelaki atau perempuan.
f. Yang menerima seperenam (1/6)
1.
Ibu, jika ada
anak, atau cucu laki-laki dari anak laki-laki, atau dua orang atau lebih dari
saudara laki-laki dan perempuan.
2.
Ayah, jika tidak ada anak atau cucudari anak
laki-laki
3.
Nenek perempuan jika tidak ada ibu
4.
Cucu perempuan dari anak laki-laki, jika bersama-sma
dengan seoranganak perempuan sekandung.
5.
Saudara perempuan seayah, jika bersama-sama dengan
seorang saudara perempuan sekandung ayah.
-
Ahli waris zul
arham
Ahli waris zul arham adalah orang-orang yang
mempunyai hubungan kerabat dengan pewaris, namun tidak dijelaskan bagiannya
dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi sebagai zaul furudh dan tidak pula termasuk
dalam kelompok ashabahbila kerabat yang menjadi ashabah adalah laki-laki dalam
garis keturunan laki-laki, maka zaul arham itu adalah perempuan atau laki-laki
melalui garis keturunan perempuan.
Zul arham terdapat 4
kelompok garis keturunan yaitu:
a.
Garis keturunan lurus ke bawah yaitu:
·
Anak laki-laki atau perempuan dan keturunannya.
·
Anak laki-laki atau perempuan dari cucu perempuan dan
keturunannya.
b.
Anak keturunan lurus ke atas
·
Ayah dari ibu dan seterusnya ke atas
·
Ayah dari ibunya ibu dan seterusnya ke atas
·
Ayah dari ibunya ayah dan seterusnya ke atas
c.
Garis keturunan kesampig pertama, yaitu:
·
Anak perempuan dari saudara laki-laki kandung atau
seayah dan anaknya
·
Anak laki-laki atau perempuan dari saudara seibu dan
seterusnya ke bawah
d.
Garis keturunan kesamping kedua yaitu:
·
Saudara perempuan ( kandung, seayah, atau ibu) dari
ayah dan anaknya.
·
Saudara laki-laki atau perempuan seibu dari ayah dan
seterusnya ke bawah.
·
Saudara laki-laki atau perempuan ( kandung, seayah, atau
ibu) dari ibu dan seterusnya ke bawah.
Allah SWT berfirman
dalam surah al anfal ayat 75 yaitu:
وَالَّذِينَ
آمَنُوا مِنْ بَعْدُ وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا مَعَكُمْ فَأُولَئِكَ مِنْكُمْ
وَأُولُو الأرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ إِنَّ
اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Artinya: Dan orang-orang yang beriman sesudah itu,
kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk
golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan itu sebagiannya lebih
berhak terhadap sesamanya (daripada yang kerabat) di dalam kitab Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
-
Cara membagi Waris
Sebagaimana di ketahui bahwa pembagian dalam harta warisan telah di
tetapkan bagian masing-masing ahli waris, yaitu ada ahli waris yang menerima
bagian tertentu yang berupa seberapa dari warisan, di sebut furudhul
muqaddarah, dan ahli waris menerima seluruh yang tersisa setelah di ambil oleh
bagian ahli waris yang termasuk alquran-furudhul muqaddarah disebut ashabah.
Ashal masalah
ialah angka yang menjadi dasar pembagian harta warisan dalam sesuatu
masalah yakni di bagi menjadi berapa bagiankah keseluruhan harta pusaka itu,
sehingga bagian masing-masing ahli waris dapat di terimakan sebagaimana
mestinya.
Cara menentukan
angka ashal masalah ialah dengan memperhatikan angka-angka pemecahan yang
terdapat pada bagian-bagian ahli waris dzauL furudh dalam suatu kasus, yaitu
dengan mencari kelipatan persekutuan terkecil dari pada angka-angka
pembagi atau angka-angka pemecahan yang ada pada bagian-bagian ahli
waris.
Dilihat dari segi angka-angka pembagian masing-masing bagian ada, maka
penentuan ashal masalah ada 4 macam, sebagai berikut:
1. Mudakhalah, Yaitu Apabila angka-angka pembagi
pada bagian-bagian yang ada pada suatu kasus itu saling memasuki, artinya angka
pembagi yang kecil dapat di masukkan kedalam angka pembagi yang besar, dengan
kata lain angka pembagi yang besar dapat habis dengan angka pembagi yang kecil.
2. Mumatsalah, Yaitu apabila angka-angka pembagian
pada bagian-bagian yang ada dalam satu kasus itu sama besarnya, maka cara
menentukan ashal masalah ia dengan mengambil salah satu di antara angka-angka
pembagi yang ada.
3. Mubayanah, Yaitu Apabila angka-angka pembagian
pada bagian yang ada dalam suatu kasus itu berbeda yang satu dengan lain, maka
pembagian yang satu tidak habis di bagi dengan angka pembagi yang lain serta
tidak mempunyai pembagi yang sama antara angka-angka pembagian yang ada.
4. Muwafaqah, Yaitu apabila angka-angka pembagi
pada bagian-bagian yang ada dalam suatu kasus berbeda antara yang satu yang
lain, tetapi angka-angka pembagi tersebut mempunyai pembagian yang sama.
D. Gugurnya Ahli Waris
1.
Bagian Untuk
nenek perempuan menjadi gugur karena ada ibu, atau datuk laki-laki terhalang
karena ada ayahnya.
2.
Bagian saudara
ibu menjadi gugur karena ada salah seorang dari 4 Macam ahli waris:
a.
Anak
b.
Cucu
dariAnak laki-laki
c.
Ayah
d.
Datuk laki-laki
3.
Bagian saudara
Laki-laki sekandung menjadi gugur, karena ada salah seorang dari tiga ahli
waris yaitu :
a.
Anak Laki-laki
b.
cucu laki-laki
dari anak laki-laki
c.
Ayah
4.
Bagian Anak
Ayah( Saudara laki-laki atau perempuan seayah ) manjadi gugur, karena adanya
salah seorang tersebut di atas, yakni anak laki-laki, cucu laki- laki dari anak
laki-laki atau ayah.Dan jika ada saudara laki-laki seayah seibu.
5.
Empat orang
yang dapat menjadi ‘Ashobah kepada saudara-saudara perempuan mereka Yakni:
a.
Anak laki-laki
b.
Cucu laki-laki
dari anak laki-laki
c.
Saudara
laki-laki sekandung
d.
Saudara
laki-laki seAyah
E.
‘AUL DAN RAD
1.
Masalah ‘Aul
Ialah keadaan yang berlebihnya saham –saham
para di pecah-pecah sejumlah angka asal masalah pasti tidak cukup untuk
memenuhi saham-saham dzawil furudh.
Salah satu cara yang di lakukan untuk menyelesaikan
‘Aul adalah :
Setelah di
ketahui bagian-bagian ashbul furudh hendaknya di cari asal masalah, kemudian di
cari saham-saham dari masing-masing ashabul furudh itu di jumlah, maka asal
masalah yang semula di benarkan dengan menambahkan angka tertentu sehingga
besarnya sama denganjumlah saham-saham para ahli waris, dengan kata lain asal
masalah yang baru di pakai ialah jumlah saham-saham yang harus di terima oleh
para ahli waris.
2.
Masalah Rad
Menurut fuqaha
ialah pengambilan apa yang tersisa dari bagian dzawil furudh nasabiyah kepada
merekasesuai dengan besar kecilnya bagian mereka bila tidak ada orang lain yang
berhak untuk menerimanya.
Rad tidak akan terjadi kecuali bila ada tiga rukun:
a.
Adanya pemilik Fard ( sahibul Fadh )
b.
Adanya sisa peninggalan
c.
Tidak adanya ahli waris ashabah
Untuk menyelesaikan secara tuntas pembagian
harta warisan terdapat sisa lebih dan di radkan, atau mengandung masalah rad,
terlebih dahulu haruslah di teliti apakah dalam kasus di maksud terdapat ahli
waris yang ditolak menerima rad ataukah tidak.
Jika dari Antara ahli
waris ashabul furudh itu tidak terdapat seorang
pun yang ditolak menerima tambahan dari sisa lebih yang diradkan itu.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Harta seseorang yang telah mati beralih kepada seseorang yang masih
hidup bila diantara keduanya terdapat suatu bentuk hubungan, hubungan kewarisan
menurut islam ada dalam beberapa bentuk :
a)
Hubungan kekerabatan atau nasab atau disebut juga
hubungan darah
b)
Hubungan perkawinan
c)
Hubungan pemerdekaan hamba
d)
Hubungan sesama islam
Sumber hukum ilmu mawarits Ada Tiga, yaitu:
d.
Al-Quran
Dalam Alquran telah di
jelaskan mengenai ketentuan-ketentuan dan hukum-hukum mawarits. Dalam surat
An-nisa’: 7-12, 176, dan pada surah lainnya.
e.
Al-Hadits
Dalam Riwayat imam
Muslim dan Abu dawud bahwasanya Nabi Muhammad SAW, bersabda : “Bagilah harta pustaka
antara ahli-ahli warits menurut ( ketentuan ) kitab Allah”.
f.
Ijma’ dan Ijtihad
Para ulama berperandalam penyelesaian masalah-masalah yang berkaitan dengan
mawarits.
Adapun hukum mempelajari ilmu mawarits adalah Wajib ( fardhu kifayah ), yaitu
apabila di suatu tempat ada salah seorang di antara mereka ada yang
mempelajari, maka sudah di anggap terpenuhi kewajiban itu, tetapi jika tidak
ada satu pun dari mereka mempelajarinya maka semua orang ikut berdosa.
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar